عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: سَتَكُونُ فِتْنَةٌ صَمَّاءُ، بَكْمَاءُ،
عَمْيَاءُ، مَنْ أَشْرَفَ لَهَا اسْتَشْرَفَتْ لَهُ، وَإِشْرَافُ اللِّسَانِ فِيهَا
كَوُقُوعِ السَّيْفِ
(رواه أَبُو دَاوُدَ)
Dari Abu Hurairah, bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan terjadi fitnah, orang-orang tidak lagi
dapat mendengar, bisu dan tuli dari kebenaran, barang siapa yang mencoba untuk
mendekati fitnah tersebut maka ia akan tertarik ke dalamnya, dan ikut serta
dalam mengumbar lisan di dalamnya seperti memukulkan
pedang (dalam mengakibatkan bahaya dan luka)." ( H.R. Abu Dawud )
Berbicara
tentang ghibah, maka tema ini merupakan bahan diskusi yang aktual, karena
perbuatan ghibah sendiri selalu aktual di kalangan masyarakat kita. Hadis di
atas sangat relevan dengan kondisi masyarakat kita saat ini. Dimana perbuatan
menyalahgunakan fitrah lisan ini sudah menjadi Habbit dan Hobby. Lisan
yang seharusnya mengeluarkan kata-kata kebaikan, santun, lembut, dan bernilai
ibadah, justru digunakan untuk menganiaya diri sendiri dan orang lain dengan
melakukan ghibah. Dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya, penyakit hati ini
selalu menjadi konsumsi rutin masyarakat, baik di beranda rumah, di warung
kopi, arisan, maupun di tempat lain yang rawan sekali dijadikan tempat
menggunjing. Ironisnya, masjid pun terkadang dijadikan arena untuk ghibah
dengan dalih diskusi saat even kajian islami. Acara ghibah ini pun menjadi komoditas dan tontonan yang mampu mengangkat rating
tayangan televisi. Dengan dikemas sedemikian rupa dan dipandu oleh
presenter yang cantik berpakaian setengah telanjang, acara ghibah atau gossip ini
menjadi sajian utama yang dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari
anak-anak kecil hingga orang tua.
Terjadilah ghibah berantai yang dilegalkan, yang tidak lain hal itu merupakan
misi kapitalis dan hedonis. Disadari maupun tidak, mereka sedang meniti jalan
alternatif menuju neraka.
Ghibah
ialah membicarakan sesuatu tentang orang lain, yang jika orang yang dibicarakan
itu mendengarnya , ia tidak menyukainya atau merasa sakit hati karena
pembicaraan tersebut, baik yang dikatakan itu memang benar apa adanya, ataupun
tidak sesuai dengan kenyataan. Para sahabat pernah menanyakan apa yang di
maksud dengan ghibah itu, hadis riwayat Imam
Muslim dari Abu Hurairah di dibawah ini menunjukan jawaban Rasulullah
mengenai ghibah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟» قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ،
قَالَ: «ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ» قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي
مَا أَقُولُ؟ قَالَ: «إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ.(رواه مسلم)
Dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya:
"Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab; 'Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang
tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut
engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya
ucapkan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Apabila
benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu
tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan
terhadapnya.' ( H.R. Muslim )
Merujuk
pada hadis di atas, seseorang yang membicarakan kejelekan orang lain, maka hanya
ada dua pilihan, yaitu jika tidak sedang melakukan ghibah, maka ia sedang
melakukan fitnah. Jika kejelekan yang dibicarakan itu memang sesuai dengan
kenyataan, maka hal itu adalah ghibah, sedangkan jika tidak sesuai dengan
kanyataan, maka perbuatan itu merupakan seuatu kedustaan dan fitnah. Keduanya
bukanlah pilihan yang harus kita pilih, melainkan harus kita jauhi.
Perbuatan
ghibah ini merupakan perbuatan yang sangat keji, sampai-sampai Allah
mengibaratkan para ahli ghibah itu dengan
pemakan bangkai saudaranya sendiri yang menghantarkan pemakanya ke
neraka. Kita sebagai seorang muslim yang sejati harus menghindarkan diri dari perbuatan
ghibah, karena dosa ghibah tidak hanya dibebankan kepada orang yang menggungjing,
akan tetapi juga mengenai orang yang diajak menggunjing.
Seseorang
yang mengetahui dan mendengar orang lain sedang menggibahi saudaranya, maka
hendaklah ia melarang orang tersebut dengan lisanya. Jika itu tidak
memungkinkan atau si penggunjing itu tidak mau berhenti melakukan perbuatanya,
maka hendaklah ia melarang dengan hatinya, maksudnya lebih baik pergi
meninggalkan tempat ghibah tersebut. Bahkan kita sebagai seorang muslim harus
menjaga kehormatan saudara kita jika sedang digunjing oleh orang lain, yaitu dengan
jalan membela dan berkhusnudzon kepadanya.
Orang yang
sedang membongkar aib saudaranya, sejatinya dia sedang menempuh sebuah proses
untuk membuka aibnya sendiri baik di dunia maupun di akhirat, artinya dia
sedang menganiaya dirinya sendiri. Allahlah yang akan membalasnya. Tentu balasan Allah lebih
pedih daripada yang telah ia lakukan. Sebagimana sebuah hadis riwayat Ahmad
dari al-Barzah al-Aslamy menerangkan :
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ (رواه أحمد)
Dari Abu Barzah
Al Aslamy berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai orang yang imannya masih sebatas lisannya dan belum masuk ke hati,
janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim,
janganlah kalian mencari-cari aurat ('aib) mereka. Karena barang siapa yang
selalu mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan membongkar kesalahannya,
serta barang siapa yang diungkap auratnya oleh Allah, maka Dia akan
memperlihatkannya (aibnya) di rumahnya."
(H.R. Ahmad).
Allah akan
menyiksa para ahli ghibah di alam kubur nanti. Rasulullah pernah melewati
kuburan. Kemudian beliau bersabda :
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ،
وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَيُعَذَّبُ فِي الْبَوْلِ، وَأَمَّا
الْآخَرُ فَيُعَذَّبُ فِي الْغِيبَةِ (رواه ابن ماجة)
"Keduanya
sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa
karena tidak menjaga kebersihan ketika kencing dan yang lain disiksa karena
berbuat ghibah." (H.R. Ibnu Majah)
Bahaya
ghibah itu tidak selesai sampai disini , setelah dibongkar
aibnya oleh Allah dan mendapatkan siksa kubur, para ahli ghibah juga akan
merasakan siksa Allah di neraka. Mereka akan dimasukan ke dalam neraka dengan
cara yang hina dan disiksa dengan cara yang hina pula. Dalam hadis riwayat Abu Dawud dari Anas bin Malik disebutkan :
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ
وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ، قَالَ: هَؤُلَاءِ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ . (رواه أَبُو دَاوُدَ)
Dari Anas bin
Malik ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu
kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk
mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, "Wahai Jibril, siapa
mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka itu adalah orang-orang yang
memakan daging manusia (ghibah) dan merusak
kehormatan mereka." ( H.R. Abu Dawud )
Itulah diantara bahaya-bahaya yang disebabkan karena kurangnya
penjagaan terhaap lisan. Ghibah yang sangat mudah dilakukan dan terlihat sepele
ternyata adalah perangkap syetan yang harus kita waspadai. Imam al-Ghazali
dalam kitabnya “Ihya’ Ulumuddin” mengatakan bahwa seseorang yang telah
menggunjing saudaranya, maka hendaklah ia menyesali perbuatanya dan bertaubat
kepada Allah dengan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Kemudian
hendaklah ia meminta maaf kepada orang yang telah ia gunjing untuk
menghalalkannya sehingga ia terbebas dari perbuatan dzalim. Itulah kafarat yang
harus ditebus oleh orang yang telah menggunjing saudaranya. Meminta maaf kepada korban ghibah merupakan
konsekuensi moral yang berat yang harus dilakukan oleh pelaku ghibah. Sebagian
ulama berpendapat bahwa hal itu wajib dilakukan untuk menebus kesalahanya. Bahkan
dalam sebuah hadis Rasulullah menilai perbuatan ghibah itu lebih parah daripada
perbuatan zina. Hadis riwayat Ahmad dari Jabir bin Abdullah dan Abu sa’id
al-Khudry menerangkan sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، وَأَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَا: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا» . قِيلَ: وَكَيْفَ؟ قَالَ: «الرَّجُلُ يَزْنِي
ثُمَّ يَتُوبُ، فَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَإِنَّ صَاحِبَ الْغِيبَةِ لَا يُغْفَرُ
لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ لَهُ صَاحِبُهُ» (رواه أحمد)
Dari Jabir bin
Abdillah dan Abu Sa’id al-Khudry, keduanya berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda
: “Ghibah itu lebih parah daripada zina” Lalu ditanyakan : “Bagimana bisa
(wahai Rasulullah)?Rasulullah menjawab : Apabila seseorang berzina lalu
bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Sedangkan orang yang menggunjing
tidak akan diampuni sebelum orang yang digunjing mengampuninya. (H.R. Ahmad)
Allah maha adil, Dia tidak hanya memberikan tandzîr
(peringatan) kepada hambanya, tetapi juga memberikan tabsyîr (kabar
gembira) .Dia memberikan ancaman siksa yang berat bagi para pemakan daging
saudaranya. Di sisi lain, Allah juga memberikan jaminan bagi hambanya yang
senantiasa menjaga diri dari sifat ghibah yang dilarang agama. Dia akan
menjaganya dari siksa api neraka. Hadis dibawah ini lebih menjelaskan mengenai
hal tersebut :
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللَّهُ
عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الترمذى)
Dari
Abu Darda' dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa yang menahan ghibah terhadap
saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada
hari kiamat." (H.R. Tirmidzi )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)