Sabtu, 04 Mei 2013

Tiga kali tersenyum



“Anaiza Bilqis Alifatunnisa…!!”
            Dosen itu memanggil namaku keras sekali, menyadarkanku dari lamunan tentang seseorang. Sejak tadi pagi fikiranku tidak terfokus pada kuliah. Entahlah saat ini hatiku tak karuan, dipenuhi perasaan-perasaan aneh yang menarik ulur hatiku.
“Hadir pak…!!” kata itu spontan keluar dari bibir manisku. Bukan bermaksud sombong, tapi orang-orang sering bilang kalo bibirku manis, sampai-sampai aku ke-GR-an karenanya. Teman-temanku tertawa mendegar jawabanku, apalagi melihat mukaku yang memerah seperti udang rebus karena diserang pasukan malu. Aku baru sadar setelah nyawaku kemabli terkumpul, ternyata dosen itu tidak sedang mengabsenku, tapi beliau tau bahwa fikiranku sedang mengembara. Tanpa berfikir panjang, dosen killer itu langsung memberiku tugas membuat makalah analisa hadis sebagai hukuman. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menerima tugas tesebut dengan berat hati, karena setumpuk tugas telah membanjiriku dan tertampung di meja belajarku. Seandainya tugas-tugas itu bisa berbicara, aku yakin sekarang mereka sudah berteriak-teriak menangis karena tidak segera disentuh oleh empunya. Kuliah di FAI UMY demi menjadi seorang guru ini memang tidak bisa dianggap ringan.

“huuuhhh….” Aku hanya bisa bergumam dalam hati, tanpa ada niat untuk meminta kemurahan hati sang killer.
Mungkin orang lain menganggap aku aneh luar biasa. bagaimana tidak, orang lain pusing2 mikirin pacar sedangkan aku disini pusing-pusing mikirin sahabat cewekku. Aku memanggilnya “Aya”, sahabatku sejak aku  menduduki bangku kuliah. Aufa Bunayya satu kelas denganku, dan kami juga satu kosan. Sahabatku seorang yang berperawakan tinggi, cantik, pandai, dan menurutku sedikit  galak. Aku nyaman bersahabat dengannya. Aya adalah sahabat yang paling aku sayang, bahkan jika aku harus memilih, aku lebih memilih Aya daripada pacarku. Entahlah, jika tanganku telah menggandeng seorang sahabat, maka aku tak pernah ingin melepaskan gandengan tanganku, jika tanganku telah merengkuh memeluk sahabt, aku tak ingin kehilangan dia. Dan jujur, aku tidak suka ketika sahabatku mempunyai sahabat lain sehingga dia tak lagi menuntunku. Bagiku sahabat termasuk orang yang paling aku sayang. Akan tetapi alangkah malangnya aku, ternyata Aya tidak seperti aku.  Jika dianalogikan seperti pacar, mungkin saat ini aku bertepuk sebelah tangan.  Aya tidak memperlakukanku seperti aku memperlakukan dia. Kerap sekali dia meluapkan amarahnya kepadaku, dan aku tak tau apa sebenarnya salahku, kerap kali dia berbicara yang menyakiti hatiku, dia juga sengaja memperlakukan hal-hal yang tidak aku sukai, Tapi disisni aku tetap sabar, aku punya prinsip, kebaikan pasti akan dibalas dengan kebaikan juga.
            Pada awalnya Aya bukan orang seperti itu, dulu dia adalah sahabat yang selalu mengerti aku, selalu menemaniku disaat suka maupun duka, dan dia adalah tempatku melabuhkan  cerita. Aya selalu memperlakukan aku layaknya keluarga. Tetapi itu dulu, dulu, dan dulu, sampai aku bosan dengan kata “dulu”. Aku berharap kelak dia akan menjadi sahabat yang aku kenal lagi. Semenjak kedekatanya dengan kak Kiki, sikapnya berubah. Kak Kiki adalah seniorku semasa SMA dan senior kami semasa kuliah ini. lagi-lagi “dulu” aku dekat dengan kak Kiki, aku menganggapnya kakakku sendiri, hal yang paling membahagiakan aku, dia juga menganggap aku adek. Fistannisa Haqiqi yang kerap aku panggil kak kiki mempunyai kepribadian unik, sehingga banyak yang tertarik untuk menjadi temannya. Dia memang orang yang berperangai sederhana, dari kesederhanaannya itulah, banyak orang yang suka dengannya. Sedikit cerita, pernah aku menjadi bulan-bulananya karena tidak tertib saat di SMA..celakanya aku, dia adalah orang yang paling disiplin yang pernah aku kenal.  Di jogja, aku menjadi juniornya lagi, dia masih disiplin seperti dulu, dan aku dan kak Kiki juga dekat seperti dulu,  aku bangga punya kakak seperti kak kiki yang teman-temanku tidak punya, aku bahagia menjadi adeknya.
Tapi kebahagiaan itu tidak lama, sejak akhir smester satu keadaan berubah.  Aya lebih dekat dengan kak kiki daripada aku. Awalnya aku tidak menganggap itu hal yang berarti. Tetapi semakin aku rasakan aku semakin tertekan. Aku merasa kehilangan sahabat dekatku. Aku merasa Kak kiki sudah merebut Aya dariku. Sejak itulah aku tidak akrab lagi dengan  kak Kiki. Semakin aku rasakan semakin sesak rasanya. Apalagi sikap Aya yang membuatku semakin memanas. Dia tidak terbuka lagi denganku, dia selalu merahasiakan segala sesuatu dari aku, yang pasti itu ada hubungannya dengan  kak Kiki.
“mana Hapeku?” aya meminta HPnya yang sedang aku gunakan untuk nonton TV,
“Ini” sambil aku ulurkan tangan untuk mengembalikan HP pada empunya.
“Bukanya tadi ada SMS yaa?” Aya menyelidiki. Lebih tepatnya bukan menyelidiki, tapi sebenarnya Aya ingin bertanya kenapa aku mengahapus SMS yang tertuju untuknya. Karena dia sudah tau kalo tadi ada sms yang belum sempat dia baca.
Tidak jarang aku membaca SMSan Aya dengan Kak Kiki, dan aku rasa biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh, tapi kenapa mereka harus menyembunyikan dari aku?? Karena emosi, seringkali aku menghapus sms dari kak Kiki tanpa sepengetahuan Aya. Sebenarnya aku tidak ingin seperti ini. Aku ingin hubungan kita bertiga baik-baik saja.aku tak ingin ada masalah dengan Aya maupun kak Kiki. Terlebih lagi, aku dan kak kiki berasal dari satu daerah, dan kami mendapat amanah untuk berdakwah bersama setelah lulus kuliah nanti.
“ Aya, tolonglah kamu negrtiin aku, aku gk masalah kamu dekat dengan kak Kiki, tapi bukan seperti ini caranya, tolonglah terbuka sama aku seperti dulu. Aku gk akan bisa baik dengan kak kiki kalo kita seperti Ini…” aku coba berbicara serius dengan Aya dan aku harap Aya bisa mengerti aku. Tapi tak  ada jawaban dari Aya.
Mungkin karena terlalu banyak fikiran, banyak tugas kuliah juga, aku jatuh sakit. Dokter mengfonis aku sakit Thypus. Terpaksa aku harus opname di RS Cianjur. Selama seminggu aku dirumah. Aku bahagia karena Aya bisa mengerti aku. Dia selalu memperhatikan kesehatanku meskipun hanya dengan perantara HP.
“maafin aku Bil, iya aku gk akan seperti itu lagi, aku akan menjadi sahabatmu yang baik, dan aku gk akan nyakitin kamu lagi, ayo kita jalin hubungan yang baik dengan kak Kiki.” Sms dari aya.
Bahagia sekali aku mendengar hal itu. Sms itu memberiku semangat tersendiri untuk cepat sembuh. Setelah sms itu, aku tak pernah lagi bertengkar dengan Aya walaupun hanya di sms. Aku kembali menemukan Aya yang sebenarnya, Aya yang baik hati.
“Gimana kabarnya dek? Udah sembuh  kan?  Jangan mikir yang berat-berat, jaga kondisimu baik-baik…aku selalu mendoakan kamu supaya cepat sembuh,..:) “ sms dari kak kiki. Kebahagiaanku bertambah, bahagianya aku ketika kami bisa seperti ini dulu, sekarang, dan esok. Hubunganku dengan Aya dan kak Kiki akhirnya bisa baikan juga.
“Alhamdulillah udah baikan kak, berkat doa dari kakak.  Makasih kak, kita akan berdakwah bersama ketika lulus nanti J “ tidak menunggu lama aku langsung membalas sms kak kiki. Senang sekali rasanya, senyum manis di bibirku kembali mengembang untuk kedua kalinya.
Bunyi nada sms menyampaikan pesan bahwa ternyata kebahagiann itu tidak lama. Aku dapat kabar dari temanku di Jogja.
“masalah bil, si Aya barusan pulang diantar sama kak Kiki, mereka habis main berdua. Si Amel marah deh sama mereka berdua. Biasa cembukur…..”
Hatiku yang tengah dingin kembali memanas. Ternyata sikap mereka yang baik selama ini hanya sebuah rekayasa untuk menenangkanku. Aya sebenarnya tidak hanya menyakitiku, Amel juga tersakiti olehnya. Meskipun aku yakin Aya tidak bermaksud menyakitinya. Amel dekat dengan kak Kiki, sama seperti aku dan aya, Amel tidak ingin kak kiki dengan yang lain. Saat ini aku bisa merasakn apa yang amel rasakan. Wajar saja jika dia marah. Karena Aya dan kak Kiki juga mnyembunyikan sesuatu darinya.
            Aku coba konfirmasikan hal itu dengan Aya. Yang membuat aku lebih frustasi adalah Aya tidak mau mengakui hal itu. Aku tau dia mungkin takut menyakitiku. Tapi sejujurnya aku lebih sakit ketika dia bebohong seperti ini, karena faktanya udah jelas. Aku coba nasehati Aya, aku bilang ke dia bahwa yang tersakiti bukan hanya aku saja, tapi Amel juga sakit hati karenanya. Aku sakit lagi. Masalah ini memaksaku untuk berfikir terlalu berat. Aya tak kunjung mengerti aku. Aku hanya bisa pasrah, tak tau apa yang harus aku lakukan.
Disisi lain, kak kiki juga dekat dengan Ussi, teman satu kosnya. Dan bisa ditebak lagi, kak Ussi juga marah dengan Aya, tentu karena kedekatnya dengan kak kiki. Aku tidak ingin semuanya seperti ini. aku gk mau Sahabatku dibenci oleh orang-orang disekelilingnya. Aku hanya bisa berdoa, semoga Aya sadar bahwa apa yang dia lakukan itu menyalahi banyak orang. Bukan maksudku untuk mengekang Aya, aku hanya melakukan yang aku rasa baik untuk Aya. Aku yakin, suatu saat nanti aku akan temukan Aya yang dulu. Karena Allah selalu melihat ketulusan hati hambanya.
            Aku  telah sembuh dari penyakit yang menyiksaku selama 3minggu itu. Hanya Bus Handoyo yang  mengantarku ke kota pelajar. Perasaan malas beraktivitas di Jogja menyelimuti hatiku. Aku bisa membayangkan apa yang akan aku rasakan di Jogj  nanti. Pasti sangat pahit dan serba tidak mengenakkan hati. Namun aku sudah menyiapkan berkarung-karung kesabaran di hatiku yang tidak akan pernah habis. Aku bukanlah orang yang mudah menyerah begitu saja. Aku yakin semua dibelakang semua ini ada hikmah yang tersembunyi.
Sesampainya di kos, aku terkejut bukan kepalang. Aya memelukku erat sekali. Dia menyadari bahwa apa yang telah dia lakukan itu menyalahi banyak orang.
“maafin aku Bilqis, aku udah nyakitin banyak orang. Aku akan tetap jadi sahabatmu yang baik.” Ucap Aya sambil memelukku.  Bahagia sekali aku mendengarnya. Bibir manisku tersenyum kembali untuk yang ketiga kalinya.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu mengerti juga apa yang aku maksud J “ sambil melepas pelukanya, aku memandang Aya sambil mengucapkan kata itu.
“kak Kiki minggu depan akan menikah, dia minta doa restu dari kamu, Amel punya pacar baru. Aku semakin sadar kalo persahabatan kita sangat berarti, persahabatn kita akan kekal sampai akhir hayat.”
Tak ku sangka, Aya yang masih punya sifat kekanak-kanakan bisa mengucapkan kata-kata bak embun menyirami hatiku yang gersang. Terima kasih Ya Allah, engkau mendengar doaku, yang harus digaris bawahi, ini adala bonus dari Allah karena aku tak pernah menyalahkan seorangpun dari mereka. J


Title: Tiga kali tersenyum; Written by Unknown; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)