Jalan tol menuju kekayaan
Praktek korupsi di negri ini telah
menjamur dan berbau busuk. Jika negri ini diibaratkan seperti seorang manusia,
maka korupsi telah menjadi virus yang menyebabkan infeksi pada seluruh organ
tubuh manusia. Mulai dari kulit yang terang-terangan bisa dilihat dengan kasat
mata, hingga organ tubuh terdalam yaitu jantung telah terinfeksi oleh virus
ganas ini. Mulai dari para pamong desa hingga para mentri dan anggota dewan.
Para koruptor tidak sadar bahwa dirinya
adalah penganiaya rakyat jelata. Kalaupun sadar, dirinya malah menikmati
perbuatan keji tersebut demi mengisi perut dan menggendutkan rekening.
Kekayaan para koruptor yang melimpah adalah kekayaan
instan yang didapatkan dengan menghalalkan segala cara. Saat ini korupsi
dianggap sebagai sebuah disiplin pekerjaan yang diminati banyak orang,
lebih-lebih para politisi. Kekayaan negara adalah keju bagi para tikus berdasi,
sedangkan korupsi adalah jalan tol menuju kekayaan itu. Sebagian besar –namun
tidak semua— politisi dan pejabat pemerintahan
yang melewati jalan tol itu akan
cepat memperoleh kekayaan, ada yang melewati jalur politik ( anggota dewan dari
daerah hingga pusat), jalur birokras ( pejabat sipil bupati hingga mentri), dan
jalur pajak ( pegawai kantor pajak). Tidak perlu menunggu berpuluh-puluh tahun untuk menjadi kaya, dalam hitungan
tahun yang bisa dihitung dengan jari, kekayaan mereka sudah seperti gunung yang
hampir meletus. Kita seret satu nama koruptor kelas kakap negri ini, Anggelina
Sondakh pada 23 Desember 2003 memiliki harta kekayaan berjumlah Rp 618.263.000,- dan US$ 7.500,
kemudian jumlah kekayaan berdasarkan LHKPN ( Laporan Harta Kekayaan Pejabat
Negara) per 28 Juli 2010 yang dilansir KPK,
dia memiliki kekayaan Rp 6.155.441
dan US$ 9.628. Kekayaan itu meningkat lebih dari sepuluh kali lipatnya. Padahal
jika dilihat gajinya sebagai anggota DPR, kekayaanya tidak mungkin akan sebesar
itu. Selidik demi selidik KPK menemukan bukti kuat yang menyatakan bahwa Angel
telah mendapatkan keju emasnya dengan jalan tol korupsi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa
alternatif yang menjadikan orang cepat kaya ini akan menginspirasi generasi
muda yang tengah memimpikan kesuksesan. Jika tidak diatasi dengan cara yang
jitu, lama kelamaan korupsi bukan hanya menjadi sebuah disiplin pekerjaan,
tetapi akan meluas menjadi sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang akan digeluti para
generasi penerus bangsa. Hal ini jangan dianggap sebagai prasangka buruk
terhadap generasi penerus, tetapi harus dijadikan tameng kewaspadaan bagi
orang-orang yang masih peduli terhadap nasib bangsa. Karena korupsi merupakan
demoralisasi politik dan ekonomi yang membutuhkan kesegaraan reparasi. KPK yang
mulai beroperasi pada tahun 2003 telah memulai usaha penangkapan para koruptor.
Namun meskipun begitu, banyak sekali para bedebah negri ini yang berusaha
melumpuhkan kinerjanya. Hal ini harus dijadikan cambuk bagi para mujahid
bangsa agar berjuang memerangi kerusakan
di negri para bedebah ini.
Dukungan
moral dari para pejabat
Ironis sekali, para koruptor yang
seharusnya mendapat sanksi moral seperti dikucilkan, diasingkan, dan
dimiskinkan, jstru malah mendapat dukungan moral dari para rekan politiknya.
Meminjam nama Anas Urbaningrum, yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka
korupsi proyek Hambalang, ternyata banyak para pejabat Negara yang memberikan
empati dan simpati kepadanya. Tidak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka,
Mahfud MD (ketua MK), Priyo Budi Santoso ( Wakil ketua DPR RI), dan pejabat
lainya mengunjungi rumah Anas. Dengan dalih sebagai rekan politik, rekan kerja,
sahabat organisasi, dan sebagai loyalitas,
mereka bersimpati terhadap pelaku tipikor tersebut. Padahal seharusnya para
koruptor adalah musuh mereka yang harus diberantas.
Di lain cerita, penegakan hukum
terhadap para koruptor belum mencapai standar keadilan. Musuh dalam selimut ini
setelah ditetapkan sebagai tersangka, mereka diberikan tempat tinggal bak hotel
sebagai tempat beristirahat dari perbuatan kejinya. Hal itu bukan merupakan
hukuman, lebih tepatnya adalah perlindungan untuk para bedebah. Tentu praktik
hukum seperti ini tidak menjadikan para koruptor takut dan jera, tetapi justru
mereka akan lebih membabi buta dan semakin menjamur.
Korupsi
perspektif agama islam
Di masa demoralisasi politik dan
ekonomi seperti ini, tidak lain dan tidak bukan agama lah penawar yang paling
ampuh untuk menyembuhkan komplikasi politik di kalangan pejabat negara. Para
koruptor hendaknya dicekoki dengan pendidikan moral dan agama, supaya mereka
sadar dan berbenah diri. Hati dan perasaan merekalah yang seharusnya di sentuh
dan diperlihatkan kejahatan yang telah ia lakukan itu secara tidak langsung
membunuh rakyat kecil secara perlahan. Mereka harus disadarkan bahwa tindakanya
telah mencaplok kesejahteraan masyarakat hanya untuk kesejahteraan
perutnya. Cara berfikir para koruptor
sangatlah materialistik, mereka menganggap kesuksesan itu dilihat dari harta
dan gendutnya rekening, bukan keilmuan dan amal shalih. Dakwah harus
ditingkatkan untuk memberikan pemahaman kepada mereka bahwa seharusnya manusia
itu mengetahui filosofi harta. Sehingga mereka bisa membedakan antara harta
yang halal dan haram, baik zatnya maupun cara memperolehnya. Mereka juga harus
diberikan pemahaman bahwa akibat dari tindakan korupsi itu tidak hanya akan
menimpa mereka, tetapi orang lain akan merasakan juga. Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. al-Anfal : 25 :
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ
خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat
keras siksaan-Nya.”
Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi
yang telah meluas penyebaranya tidak
hanya merugikan Negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu
digolongkan sebagai tindak kejahatan yang pemberantasanya harus dengan cara
yang luar biasa. Menindak
lanjuti putusan tersebut, Undang-undang juga telah menentukan sanksi pidana
bagi pelaku tipikor. Diantaranya denda minimal Rp 50.000.000 dan maksimal tidak
terkira, dan ditahan dengan masa penahanan sesuai dengan tingkat kejahatan yang
dilakukan. Namun kiranya sanksi tersebut belum menjerakan para koruptor. Oleh
karena itu, Islam memberikan alternatif hukuman sesuai dengan yang telah
termaktub dalam Q.S. al-Maidah ayat 33 :
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ
يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ
يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ
ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
[٥:٣٣]
Artinya : “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar.”
Dalam hukum islam korupsi tidak
bisa disamakan dengan mencuri, karena sifat pengambilannya tidak sama. Sehingga
tidak bisa diberlakukan hukum potong tangan bagi para koruptor. Korupsi tidak
termasuk jarimah hudud, yaitu tidak pidana yang jenis perbuatan dan sanksinya telah ditentukan oleh Syari’
di dalam al-Quran dan hadis. Akan tetapi korupsi lebih cenderung
dikategorikan sebagai jarimah ta’zir, yaitu tindak pidana yang sanksi
hukumnya ditentukan oleh penguasa (dalam hal ini pemerintah dan pejabat yang berwenang)
disesuaikan dengan tindak kejahatan yang dilakukan.
Berdasarkan ayat diatas, dalam memberikan hukuman kepada orang-orang
yang berbuat kerusakan di bumi, islam memberikan 4 opsi hukuman, diantaranya :
hukuman mati, potong tangan dan kaki dengan berselang seling, disalib, dan
diasingkan. Maka korupsi yang merupakan
tindak kejahatan luar biasa itu sanksinya bisa memilih diantara empat hukuman
diatas sesuai dengan kebijakan hakim, ditambah dengan hukuman moral seperti
dikucilkan, dipermalukan, dan dimiskinkan.
Dalam sistem
Islam, seseorang yang telah digaji untuk melakukan pekerjaan maka segala
sesuatu diluar gaji bukan lagi menjadi haknya. Harta yang diperoleh dengan
curang ini dikenal dengan harta “ghulul” ini bisa diperoleh melalui 4
cara : suap (risywah), hadiah (hibah), komisi (‘amulah)
dan korupsi.
Rasulullah mengangkat Ibnu Utabiyah untuk
menarik zakat Bani Sulaim. Setelah kembali dan menghadap Rasulullah, Ibnu
Utabiyah berkata: “Ini untuk engkau dan ini adalah hadiah yang diberikan
orang kepada saya”, lalu Rasulullah bersabda:
“Ini adalah (harta) untuk anda, dan ini (harta yang) dihadiahkan kepadaku. (Jika memang benar itu hadiah) apakah tidak sebaiknya ia duduk saja dirumah bapak atau ibunya, lalu (lihat) apakah hadiah itu akan diberikan kepadanya atau tidak?. Demi zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, tidak akan ia membawa sesuatu melainkan dihari Kiamat nanti ia akan memikul (kesalahannya) diatas pundaknya.” [HR. Bukhari].
“Ini adalah (harta) untuk anda, dan ini (harta yang) dihadiahkan kepadaku. (Jika memang benar itu hadiah) apakah tidak sebaiknya ia duduk saja dirumah bapak atau ibunya, lalu (lihat) apakah hadiah itu akan diberikan kepadanya atau tidak?. Demi zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, tidak akan ia membawa sesuatu melainkan dihari Kiamat nanti ia akan memikul (kesalahannya) diatas pundaknya.” [HR. Bukhari].
Dengan demikian dapat dipahami bahwa jika seseorang untuk
mengerjakan sesuatu pekerjaan telah dibayar maka apapun selain itu bukan
menjadi haknya dan haram mengambilnya. Jika ia duduk-duduk saja dirumah (tidak
menjadi pejabat) apakah para penyuap akan mengantarkan harta itu kerumahnya?
Tentu tidak!
Dalam sistem Islam, kontrol terhadap
pejabat dilakukan dengan mencatat hartanya saat akan menjabat dan akan dihitung
kembali pada periode tertentu, tambahan harta yang tidak wajar dan tidak sesuai
dengan gaji yang diterimanya akan disita oleh Negara dan dia akan dihukum atas
kecurangannya itu. Kecuali dia dapat membuktikan bahwa harta itu bukan hasil
kecurangan, semisal dia memperoleh warisan keluarga.
Dalam sistem Islam, ada perlakukan
yang sama dihadapan hukum terhadap pejabat Negara dan rakyat jelata, hal yang
biasa seorang Khalifah dikalahkan oleh rakyatnya dipengadilan. Kekalahan
Khalifah Ali bin Abi Thalib terhadap seorang Yahudi dalam perkara baju besi,
kekalahan Khalifah Umar bin Khaththab terhadap seorang pedagang kuda. Para Qadhi
(hakim) lebih takut kepada Allah SWT daripada kepada Khalifah, karena Allah SWT
mampu menyelamatkannya dari Khalifah sedangkan Khalifah tidak mampu
menyelamatkannya dari Allah SWT.
Dalam sistem Islam, para koruptor
akan dihukum ta’zir oleh qadhi, yakni hukuman atas pelanggaran syari’at
Allah SWT dengan sanksi berdasarkan ijtihad qadhi. Sanksi yang sangat berat
bisa diberikan jika kerugian yang diderita umat sangat besar. Sedangkan jika
lolos didunia, maka pengadilan Allah SWT tidak akan bisa dibohongi, siksa yang
pedih telah menunggu diakhirat nanti. Jika harta ghulul itu berupa
makanan, maka daging yang berasal dari makanan hasil ghulul ini akan dibakar
oleh api neraka. Jika harta ghulul ini berupa mobil, tanah, rumah, dan
lain-lain, maka mereka harus membopong dipundaknya diakhirat nanti. Satu meter
persegi saja tanah yang dicuranginya, maka coba bayangkan satu meter persegi
potongan lempengan bumi yang harus dibopongnya diakhirat nanti.
Faktor kunci untuk mengatasi korupsi
adalah sistem Islam, karena sistem ini datang dari Allah SWT yang tahu persis
tabiat manusia yang diciptakannya. Disamping itu sistem Islam mampu mengontrol
pejabat secara sistematik, tidak pandang bulu terhadap siapapun pelaku
kejahatan, memberikan sanksi yang tegas, serta sistem ini dilandasi ketaqwaan
kepada Allah SWT karena adanya ancaman siksaan yang pedih dari Allah SWT
diakhirat nanti. Sistem sekuler tidak mampu mengatasi masalah korupsi, meskipun
diisi oleh orang-orang yang tadinya bersih, lama kelamaan mereka akan menjadi
kotor juga karena bergelimang dalam kubangan lumpur yang kotor. Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)