Allah menurunkan kitab-Nya yang
agung sebagai petunjuk bagi hamba-hambanya yang beriman. Dan sebagai manhaj
(jalan atau rel) agar manusia berjalan lurus diatas jalan itu selama hidupnya.
Lalu manusia yang berakal (Ulul-albaab) akan mengambil cahaya dari cahanya
al-Qur’an tersebut. Sedangkan manusia yang tdak menggunakan akalnya, lebih
memilih untuk mengambil kegelapan, kesesatan dan kedzoliman dengan meninggalkan
nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an. Orang-orang yang beriman akan
mengambil petunjuk dari petunjuk yang ada dalam al-Qur’an, untuk kemudian
menjalankan petunjuk tersebut di dalam kehidupannya, dan akan senantiasa
memburu petunjuk itu dengan cara mempelajai kitab Allah yang maha suci ini.
Karena tanpa mempelajarinya, mustahil akan mengetahui bahkan memahami segala
sesuatu yang terkandung dalam al-Qur’an untuk kemudian melaksanakannya.
Di
dalam al-Qur’an terkandung peraturan-peraturan yang apabila dilaksanakan maka
akan menuntun manusia menuju puncak kebahagiaan dan kemuliaan. Jelas sekali
bahwa kebahagiaan hanya akan diperoleh jika manusia teguh mengaplikasikan apa
yang ada dalam al-Qu’an dalam kehidupannya di dunia yang maha fana ini. Telah
terbukti bahwa tolok ukur kebahagiaan tidak pernah bisa dilihat dari seberapa
banyak materi yang dia miliki. Ada sebuah cerita yang menjadi bukti bahwa
kebahagiaan tidak hanya diukur dari aspek materi saja. Ceritanya begini, seorang
pengusaha yang telah sukses menjalankan bisnisnya, dia mengaku belum merasakan
kebahagiaan di dunia ini. Dia mampu memiliki apapun yang ia inginkan dengan
uang yang dia miliki. Namun saat dia ditanya, sudah bahagiakah anda ?
jawabannya adalah, aku belum merasakan manisnya hidup yang orang lain rasakan.
Bagaimana tidak bisa terjadi demikian, dia mengaku bahwa sampai saat ini, dia
belum menentukan agama yang akan menjadi rel kehidupannya. Ya, bisa dia katakan
dia adalah seorang atheis konglomerat. Setiap kali dia merasakan sesaknya hidup
ini. Uangnya dia habiskan untuk berwisata menjelajahi negri yang ia inginkan,
niatnya adalah untuk menghilangkan rasa sesak yang memenuhi hidupnya. Namun
yang terjadi, dia hanya merasa bahagia ketika di tempat wisata. Saat ia kembali
pada rutinitas kehidupannya, ia kembali pula pada kondisi batinnya yang terasa
sesak itu. Dari cerita tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa kebahagiaan
yang haqiqi adalah kebahagiaan yang bersumber dari Allah, bukan kebahagiaan
yang hanya bersumber dari harta,wisata, dan kekuasaan. Nah untuk mendapatkan
kebahagiaan haqiqi itulah, al-Qur’an yang mempunyai peran sangat penting.
Al-Qur’an akan membimbing manusia untuk membiasakan perilaku kemanusiaannya.
Yaitu perilaku yang suci (fitrah). Kita harus pandai-pandai dalam memanage hati
kita, karena kebahagiaan bersumber dari hati. Dengan berpegang pada al-Qur’an
maka keniscayaan yang terjadi adalah ia akan tetap dalam posisi “ahsanu
taqwiim” atau sebagus-bagusnya ciptaan. Sedangkan manusia yang jauh dari
al-Qur’an, sejatinya dia telah menghinakan dirinya sendiri menjadi “asfala
saafiliin”. Hamba-hamba Allah yang menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman
dalam hidupnya, ia patut bersyukur karena ia tengah berjalan menuju kehidupan
abadi yang mulia. Dan ia akan sampai pada batas maksimal keamanan, ketenangan,
dan keselamatan.
Tidak diragukan lagai bahwa saat ini
manusia sedang berpijak dalam kesesatan dan kebodohan (jahiliyah). Manusia
tenggelam dalam menghalalkan semua cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
Mereka menjadikan harta sebagai tuhan mereka. Manusia kembali pada masa
jahiliyah. Seperti yang dikatakan oleh HAMKA, bahwa manusia saat ini sedang
berada dalam masa “jahiliyah modern”. Kebodohan yang dimaksud bukan dari aspek
ilmu pengetahuaanya. Tapi dari aspek perilaku yang semakin jauh dari al-Qur’an.
Tidak diragukan lagi bahwa ilmu pengetahuan saat ini sedang naik daun. Namun
justru banyak ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia menjadi jahiliyah.
Sebagai contoh, tindakan korupsi kelas kakap tidak mungkin dilakukan oleh orang
yang tidak berilmu pengetahuan. Para koruptor itu pastilah orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang luas. Seperti itulah dinamika kehidupan saat ini,
sehingga bisa dikatakan justru ilmu pengetahuan itu mengantarkan manusia kepada
kejahiliyahan. Lantas, apakah kita harus menyalahkan ilmu pengetahuan? Tidak…!!
Manusia lah yang seharusnya sadar akan penyakit jahiliyah yang ia derita.
Kemudian segera berobat dengan al-Qur’an untuk menghilangkan penyakit yang ada
dalam hatinya itu.
Tidak ada jalan
yang menyelamatkan kecuali islam. Ya, hanya islam satu-satunya agama yang akan
mengantarkan manusia kepada surga yang penuh dengan kenikmatan. Kita boleh
mengatakan bahwa “semua agama itu benar”, dengan syarat, harus ada 1 kalimat
yang diikutkan dibelakangnya, yaitu “bagi masing-masing pemeluknya”. Dan haram
hukumnya mengatakan bahwa semua agama itu benar, tanpa menambah kalimat bagi
masing-masing pemeluknya. Karena hanya Islamlah agama yang paling benar. Islam
akan menyelamatkan manusia jika manusia mau mempelajari apa yang telah
diwahyukan oleh Allah berupa al-Quran . Didalam al-Qur’an terhimpun unsur-unsur
kebahagiaan. Dan ilmu tentang kebahagiaan itu hanya dimiliki oleh Allah semata.
Namun, manusia dikaruniai potensi berupa akal, pengelihatan, dan pendengaran
agar supaya manusia itu mengadopsi Ilmu yang dimiliki oleh Allah disesuaikan
dengan dataran kemanusiaannya. Sesuatu yang harus kita terima apa adanya adalah
bahwa mengamalkan al-Qur’an tidak akan bisa terwujud kecuali dengan 3 cara:
·
Memahami dan mentadaburi al-Qur’an
·
Komitmen untuk memegang nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk yang
terhimpun didalamnya
·
Dan yang terakhir adalah dengan mengetahui penjelasan dan
pengungkapan al-Qur’an. Inilah yang dimaksud dengan tafsir al-Quran.
Kita harus memahami tafsir
al-Qur’an. Lebih khusus lagi pada zaman sekarang ini. Dimana banyak terjadi
kerusakan-kerusakan dalam penguasaan bahasa arab. Termasuk didalamnya
orang-orang keturuan arab sendiri. Banyak dari mereka yang tidak memahami
bahasa arab fushah, mereka hanya mengetahui bahasa arab ‘aamiyah. Maka dari
itu, sudah menjadi tugas wajib kita semua untuk mempelajari tafsir al-Qur’an.
Karena Tafsir al-Qur’an merupakan kunci untuk membuka peti-peti ilmu yang
terkandung dalam al-Qur’an yang mulia. Manusia tidak akan sampai pada pemahaman
yang komprehensif terhadap wahyu Allah jika tidak mempunyai kunci tersebut.
Wallahu a’lamu bis-shawaab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)