A.
Nama Lengkap dan Nasabnya
Nama lengkapnya adalah
Abu al-Fida’ Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi
ad-Dimasyqi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir. Adapun
Ismail Ibnu Katsir merupakan anak yang paling bungsu. Beliau dinamai Ismail
sesuai dengan nama kakaknya yang paling besar yang wafat ketika menimba ilmu di
kota Damaskus sebelum Beliau lahir. Beliau juga mendapat
julukan Al-Hafizh,
Al-Hujjah, Al-Muarrikh, dan Ats-Tsiqah. Ibnu Katsir lahir pada
tahun 701 H (1301 M) di sebuah desa yang menjadi bagian dari kota Bashra di
Negeri Syam. Ayahnya meninggal pada waktu ia
masih berusia 6 tahun. Oleh karena itu, sejak tahun 706 H/1306 M ia hidup
bersama kakaknya di Damascus.
B.
Riwayat Pendidikan
Ibnu Kasir tumbuh dewasa dan mulai belajar di Damascus. Beliau
banyak belajar dari para ulama besar. Guru pertamanya adalah Burhanuddin
al-Fazari (660-729 H/ 1261-1328 M) yang menganut madzhab Syafi’i. Tidak lama
setelah itu, beliau berada di bawah
pengaruh Ibnu Taimiyah (w. 728 H/ 1328 M). Ia juga belajar hadis dari gurunya,
yaitu az-Dzahabi (Muhammad bin Ahmad ; 1274-1348). Ia
mendengar hadis dari ulama-ulama Hedzjaz dan mendapat ijazah dari al-Wani,
serta mendapat asuhan dari ahli ilmu hadis terkenal di Syam, Jamaluddin Yussuf bin Zakki al-Mizzi (w.742H/1342 M),
mertuanya sendiri. Beliau juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibnu
Asyakir, Ibnu Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-Amidi, Alamuddin Al-Qashim bin
Muhammad Al-Barzali, dan Ibnu Zarrad.
Pergaulan
dengan gurunya ini membuahkan bermacam faedah yang turut membentuk keilmuannya,
akhlaknya dan tarbiyah kemandirian dirinya yang begitu mendalam. Karena itulah
beliau menjadi seorang yang benar-benar mandiri dalam berpendapat. Beliau akan
selalu berjalan sesuai dengan dalil, tidak pernah ta’assub (fanatic) dengan madzhabnya,
palagi madzhab orang lain, dan karya-karya besarnya menjadi saksi atas sikapnya
ini. Beliau selalu berjalan diatas sunnah, konsekuen mengamalkannya, serta
selalu memerangi berbagai bentuk bid’ah dan fanatic mazhab.
C.
Prestasi, Keilmuan, dan Karya-karyanya
Untuk jangka waktu yang
cukup panjang, ia hidup di Suriah sebagai orang yang sederhana dan tidak
popular. Popularitasnya dimulai ketika ia terlibat dalam penelitian untuk
menetapkan hukum terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulul (inkarnasi). Penelitian itu
diprakarsai oleh gubernur Suriah, Altunbuga an-Nasiri di akhir tahun 741 H/1341
M. Sejak itu berbagai jabatan penting didudukinya sesuai dengan bidang keahlian
yang dimilikinya. Ibnu Katsir adalah seorang ulama yang terkenal di bidang ilmu
tafsir, hadis, sejarah, dan fiqih. Ia juga menjadi guru besar di Masjid Umayyah
Damaskus, juga aktif menulis buku tafsir, buku fiqih, hadis, dan buku sejarah.
a. Bidang tafsir
Dalam
bidang tafsir, pada tahun 1366 ia diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur
Mankali Bugha di masjid Umayyah, Damascus. Dalam
ilmu tafsir, ia mempunyai metode tersendiri. Menurutnya, tafsir yang paling
benar adalah :
1.
Tafsir
al-Qur’an dengan al-Qur’an sendiri.
2.
Bila
penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an tidak didapatkan, maka al-Qur’an harus
ditafsirkan dengan hadis Nabi s.a.w. , karena menurut al-Qur’an sendiri, Nabi
s.a.w. memang diperintahkan untuk menerangkan isi al-Qur’an.
3.
Jika
yang kedua tidak didapatkan, maka al-Qur’an harus ditafsirkan oleh
pendapat-pendapat para sahabat, karena merekalah orang yang paling mengetahui
konteks sosial turunnya al-Qur’an.
4.
Jika yang ke tiga juga tidak dapat ditemukan,
pendapat para tabi’in perlu diambil.
Karyanya
dalam bidang tafsir adalah Tafsir al-Qur’an al-Karim dalam sepuluh
jilid. Tafsir ini merupakan salah satu tafsir klasik al-Qur’an yang menjadi
pegangan kaum Muslimin selama berabad-abad. Ibnu Katsir telah melakukan suatu
kajian tafsir dengan sangat teliti, dilengkapi dengan hadis-hadis dan riwayat-riwayat
yang masyhur. Kecermatan dan kepiawaiannya dalam menafsirkan Kitab Suci al-Qur’an
yang mulia, menjadikan Tafsir Ibnu Katsir sebagai kitab rujukan di hampir semua
majelis kajian tafsir di seluruh dunia Islam. Semua itu karena buku ini memperbaiki
penjelasan, menjauhkan hadis-hadis dhaif (lemah) dan maudhu’, serta menghapus
kisah-kisah Israiliyat (bersumber dari Yahudi dan diragukan kebenarannya). Di
samping itu, juga membersihkan konsep-konsep yang berbau khurafat, menjelaskan
pembahasan sekaligus tujuannya melalui beberapa ulasan yang menonjolkan aqidah
kaum salaf yang memperlihatkan dengan jelas tiga jenis tauhid: rububiyah,
uluhiyah, serta tauhid nama (asma) dan sifat Allah. Namun
satu hal yang tidak dapat dipungkiri, kedalaman kajian dan terjadinya banyak
pengulangan di dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir menjadikan kitab itu tebal dan
berjilid-jilid. Atas dorongan para ulama Yaman, Maroko, Mesir, Arab Saudi, dan
Libanon, akhirnya Muhammad Nasib ar-Rifa’I (seorang ulama asal Suriah) meringkas
kitab tafsir itu menjadi hanya empat jilid saja. Penerbit Gema Insani telah
menerjemahkan dan menerbitkan keempat jilid lengkap buku Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir itu.
Tentang Tafsir Ibnu Katsir ini, Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan:
“Tafsir ini merupakan tafsir paling
masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap apa yang diriwayatkan dari
para mufassir salaf. Tafsir ini juga menjelaskan makna-makna ayat dan
hukum-hukumnya serta menjauhi pembahasan i’rab dan cabang-cabang balaghah yang
pada umumnya dibicarakan panjang lebar oleh para mufasir, juga menjauhi pembicaraan
yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami Qur’an
secara umum atau memahami hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.”
Beliau juga menulis buku berjudul Fadha’il
al-Qur’an (Keutamaan al-Qur’an) yang berisi ringkasan sejarah al-Qur’an.
b.
Bdang ilmu hadis
Dalam bidang ilmu hadis, pada tahun 748 H/ 1348 M ia menggantikan
gurunya az-Dzahabi (Muhammad bin Ahmad ; 1274-1348) sebagai guru
di Turba Umm Shalih (Lembaga Pendidikan), dan pada tahun 756 H/1355 M ia
diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al-Asyrafiyah ( Lembaga Pendidikan
Hadis), setelah hakim Taqiuddin as-Subki (683-756 H/1284 1355 M) meninggal
dunia. Semasa muda, Imaduddin Isma’il menduduki banyak jabatan penting di
bidang pendidikan.
Ibnu Kasir memang banyak berkarya dalam ilmu hadis. Karyanya yang
terpenting dalam ilmu hadis antara lain adalah
1.
Kitab
Jami’ al-Masanid wa as-Sunan (kitab
penghimpun musnad dan sunan ), sebanyak delapan jilid, yang berisi nama-nama
para sahabat yang meriwayatkan hadis-hadis yang terdapat dalam musnad imam
Hambali.
2.
Al-Kutub as-Sittah
3.
At-Takmilah
fi Ma’rifat as-Shigat wa ad-Dhu’afa wa al-Mujahal (pelengkap dalam mengetahui rawi-rawi yang tsiqat, lemah, dan
kurang dikenal.
4.
Al-Mukhtasar, yang merupakan ringkasan dari Muqaddimah Ibnu Shalah.
5.
Adillah
at-Tanbih li ‘Ulum al-Hadis, yang lebih
dikenal dengan nama al-Ba’is al-Hadis.
c.
Bidang sejarah
Ada sekurang-kurangnya tiga buku yang ditulis oleh Ibnu Kasir,
diantaranya :
1.
Al-Bidayah
wa an-Nihayah, 4 jilid.
2.
Al-Fusul
fi Sirah ar-Rasul, dan
3.
Tabaqat asy-Syafi’iyah
Kitab
sejarahnya yang dianggap paling penting dan terkenal adalah judul yang pertama.
Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah
kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian
Rasulullah s.a.w., dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah
hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah
disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab Al-Bidayah wa
an-Nihayah merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di
Mesir. Dan karenanya kitab ini seringkali dijadikan bahan rujukan dalam
penulisan sejarah Islam.
d.
Bidang fiqih
Dalam bidang fiqih, ia dijadikan tempat berkonsultasi oleh para
penguasa dalam persoalan-persoalan hukum dan persoalan-persoalan tata
pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Seperti dalam pengesahan keputusan yang berhubungan dengan
korupsi (1358) dan untuk mewujudkan rekonsiliasi dan perdamaian setelah
terjadinya perang saudara atau pemberontakan Baydamur (1361), serta
dalam menyerukan jihad (1368-1369). Dalam hal yang terakhir ini , ia menulis
sebuah kitab fiqih berjudul al-Ijtihad fi Talab al-Jihad. Ia juga menulis
kitab fiqih didasarkan kepada al-Qur’an dan hadis. Akan tetapi, kitab ini tidak
selesai, hanya sampai pada bab Haji dalam bagian ibadah. Berkenaan dengan
persoalan jihad, ia banyak memperoleh inspirasi dari kitab ibnu Taimiyah as-Siyasah
as-Syar’iyyah (Politik Hukum).
D. Kesaksian Para Ulama
Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu
Katsir telah diakui para ulama, baik di zamannya maupun ulama sesudahnya. Al-Imam
Adz Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang mufti (pemberi
fatwa), muhaddits (ahli Hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir
dan beliau mempunyai karangan yang banyak dan bermanfaat.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata
bahwa beliau adalah seorang yang disibukkan dengan Hadits, menelaah matan-matan
dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya sangat kuat, pandai membahas,
kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah wafatnya, manusia masih
dapat mengambil manfaat yang sangat banyak dari karya-karyanya.
Salah seorang muridnya, Syihabuddin
bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang paling kuat hafalannya yang pernah
aku temui tentang matan hadits, dan paling mengetahui cacat hadits serta
keadaan para perawinya. Para sahabat dan gurunya pun mengakui hal itu. Ketika
bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.”
Al-Allamah Al-Aini berkata, “Beliau adalah rujukan
ilmu tarikh, hadits dan tafsir.”
Ibnu Habib berkata, “Beliau Masyhur dengan kekuatan hafalan dan redaksi yang bagus, dan menjadi rujukan ilmu tarikh, hadits maupun tafsir.”
Ibnu Habib berkata, “Beliau Masyhur dengan kekuatan hafalan dan redaksi yang bagus, dan menjadi rujukan ilmu tarikh, hadits maupun tafsir.”
E.
Wafatnya
Ia wafat beberapa tahun setelah menulis al-Ijtihad
fi Talab al-Jihad tersebut, yaitu pada tahun 774 H (1372) di Damaskus,
dan dikuburkan di pemakaman sufi bersebelahan dengan makam gurunya, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)