Selasa, 26 Juni 2012

The Nine Golden Habits


You can if you think you can” sebuah djargon yang mengandung filosofis bahwa optimis merupakan salah satu jalan yang harus dicapai untuk bertemu dengan suatu kata, yaitu “Win”. Namun walaupun demikian, itu barulah satu jalan, masih banyak jalan-jalan lain yang menanti untuk dilalaui apabila kita ingin bertemu dengan “Win”. Tidak cukup dengan optimis saja kita bias bertemu dengan “Win”. Karena apabila dengan optimis saja bias mencapai apa yang diharapkan, nantinya tidak ada yang berorientasi pada amalan yang sungguh-sungguh, hanya sibuk berharap,berharap, dan berharap, tanpa ada realisasi amalan, sehingga bukan “Win yang dicapai, tetapi “Nol” yang didapatkan.
            Perlu diingat juga –karena penulis yakin kita sudah mengetahui--bahwa suatu nikmat dan kemenangan tidak bisa diukur hanya dilihat dari hasil akhirnya saja. Akan tetapi “proses” merupakan hal yang paling urgent untuk menilai suatu kemenangan. Di dalam “proses” inilah kita justru akan merasakan manis pahitnya perjuangan, sehigga kita akan lebih bisa menikmati kemenangan itu ketika tiba waktunya. Dan sudah kita kenal juga istilah bahwa “Hidup adalah untuk berproses”. Tentunya dalam rangka menjadi pribadi Islam yang sebenar-benarnya, yang berorientasi pada akhirat tanpa melupakan kehidupan dunia ( Lihat Q.S Al-Qashas:77), pasti harus melalui proses kehidupan tidak mudah, rumit,dan berliku-liku. Karena dalam proses kehidupan, Allah pasti akan memberikan ujian kepada hamba-Nya yang beriman. Dan seseorang tidak bisa menyangka bahwa dirinya beriman sebelum dia diuji oleh Allah dengan ujian yang tidak mudah, akan tetapi juga tidak melampai batas kemampuan kita.
            Di dalam suatu proses kehidupan yang mempunyai satu motif untuk mencapai “Win”, harus ada kebiasaan-kebiasaan baik yang tertanam pada diri seseorang. Kebiasaan merupakan perbuatan-perbuatan yang sifatnya spontan untuk dikerjakan oleh manusia, manusia tidak perlu berfikir panjang dan menimbang-nimbang untuk melakukan pekerjaan tersebut. Manusia juga tidak merasa sulit dan terbebani untuk mengerjakan kebiasaan tersebut, karena sudah tertanam di benak mereka. Nah, mengerjakan kebiasaan memang tidak sulit, akan tetapi menanamkan kebiasaan baik itulah yang memerlukan usaha keras, tidak mudah dan, dan perlu keuletan. Untuk menanamkan kebiasaan baik –karena kebiasaan yang buruk tidak perlu ditanamkan-- kadang juga memerlukan  paksaan yang diberlakukan pada diri sendiri, orang-orang terdekat, anak didik, dan umat. Karena kata “paksaan” itu kadang berkonotasi negatif, maka perlu penulis jelaskan bahwan yang dimaksud paksaan disini adalah paksaan yang murni diniatkan untuk mencapai hal-hal yang baik, tidak ada unsur kedzoliman dan pelanggaran HAM di dalamnya, hanya untuk usaha dalam rangka mencapai titik optimum keberhasilan. Paksaan baik terhadap diri sendiri, orang terdekat, anak didik, dan ummat dilakukan karena tidak bisa dipungkiri bahwa manusia pada umumnya memang cenderung ingin menuruti hawa nafsunya yang mengarah pada hal-hal yang tidak baik, sehingga terkadang diperlukan paksaan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam proses menuju “Win”.
            Orang-orang besar dunia yang jasanya masih bisa kita rasakan sampai sekarang ini pun tidak lepas dari kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan di setiap harinya untuk mencapai hasil cemerlang mereka. Mereka tidak hanya berdiam diri tanpa upaya keras untuk menjani “winner” diperlukan proses yang  cemerlang juga, sehingga hasil dari usahanya pun bisa dirasakan tidak hanya untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga dirasakan oleh banyak orang. Jadi dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kebiasaan itu ada karena dibudidayakan oleh manusia, tidak bisa hadir dengan sendirinya. Oleh karena kebiasaan merupakan suatu budaya –sama halnya dengan budaya-budaya adat yang ada pada kebanyakan masyarakat-- ,maka kebiasaan yang sudah melekat pada diri manusia akan sulit untuk diberhentikan. Sehingga sangat beruntung sekali orang-orang yang sudah bisa menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam kehidupannya sehari-hari. Dia akan menjadi seseorang yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain. Penulis mengatakan beruntung karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (خير الناس أنفعهم لناس). Rasulullah s.a.w. yang menjadi suri tauladan kita pun memiliki kebiasaan-kebiasaan baik yng dikerjakan dalam setiap harinya, yang dari kebiasaan-kebiasaan itulah maka Beliau bisa melakukan amalan-amalan mulia sehingga berhasil mengubah wajah dunia, dari dunia yang penuh dengn kejahilan bisa sampai pada dunia yang penuh rahmat ini. Penulis terinspirasi dari kebiasaan-kebiasaan Rasulullah s.a.w., yang kemudian penulis beri nama “The Nine Golden Habits”, yaitu kebiasaan yang seharusnya ada pada diri seorang muslim. Diantaranya adalah:
1.      Shalat wajib dan shalat sunnah tepat waktu

Sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim menjelaskan:
روى الشيخان عن أبن مسعود رضي الله عنه قال:سألت رسول الله صلعم أي أعمل أفضل قال
 أ لصلاة على وقتها .......آلخ
Artinya : Telah meriwayatkan Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Ms’ud r.a. ia berkata : aku pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. : Amalan apa yang paling utama? ’Beliau bersbda :’ Shalat tepat pada waktunya…..

Dari hadis tersebut dapat diketahi bahwa sholat adalah amalan utama yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Hal tersebut bisa diketahui dari kata أفضل yang dalam kajian bahasa arab kata tersebut mengikuti wazan أفعل, yaitu disebut dengan “isim tafdhil” yang artinya paling/lebih.
Shalat merupakan hal terpenting bagi umat islam, dan membiasaan shalat tepat pada waktunya merupakan hal yang tidak mudah untuk dikerjakan. Karena perlu di ingat bahwa syetan akan selalu menggoda manusia untuk melalaikan shalatnya. Ungkapan yang paling tepat untuk shalat adalah “Menegakkan”, tidak hanya sekedar “Mengerjakan” saja, sebagimana ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan perintah shalat menggunakan kata dasar قام,bukan فعل. Menilai seseorang itu bisa dengan menilai shalatnya. Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa seseorang itu apabila shalatnya baik, maka baik pula semua amalannya, akan tetapi seseorang itu apabila buruk shalatnya, maka buruk pula semua amalnya. Shalat yang baik disini adalah shalat yang sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. yang tersebut dalam sunnah. Baik dalam ucapan,gerakan, dan bisa memahami makna sholat itu sendiri. Apabila seseorang itu menegakkan sholat yang baik, maka akan ada perbuatan-perbuatan positif yang ditimbulkannya, hal ini sesuai dengan firman Allah s.w.t. :
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ولَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-‘ankabut:45)

Mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan hal-hal positif yang mengiringi orang yang menegakkan shalat itu aka nada apabila esensi/makna yang terkandung dalam shalat itu tertanam dalam hati manusia, sehingga walaupun manusia itu tidak sedang mengerjakan shalat,tetapi manusia itu akan senantiasa ingat pada Allah s.w.t dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun. Karena fungsi shalat sendiri adalah untuk mengingat Allah s.w.t.

2.      Puasa
Seorang tokoh besar Indonesia yang merupakan salah seorang cendekiawan taraf dunia, yaitu BJ.Habibi telah membiasakan diri untuk berpuasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Beliau tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan, bahkan beliau rutin untuk mengerjakan puasa Daud. Salah satu  statemen beliau tentang puasa adalah : ”Jikalau umat islam di seluruh Indonesia ini membiasakan untuk mengerjakan puasa baik puasa wajib maupun sunnah, maka tidak akan ada orang yang kesulitan untuk biasa makan.”
Puasa mengendalikan diri dari tiga hal :
·        Angkara Murka, atau dengan kata lain “Nafsu Amarah”. Puasa yang benar-benar diniatkan karena Allah akan mengendalikan nafsu urang yang sedang berpuasa tersebut.
·        Angkara Harta, dalam hal ini lebih ditekankan pada masalah perut. Sehingga orang tidak akan berlebih-lebihan dalam urusan makanan.
·        Angkara Asmara, Nafsu syahwat termasuk dalam hal ini, orang yang sedang berpuasa, InsyaAllah bisa mengontrol nafsu syahwatnya.

3.      Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
Kadang manusia itu berfikir bahwa harta yang ada pada genggaman tangannya adalah milik dia seluruhnya, hasil dari apa yang telah ia usahakan. Jadi tersetting dalam fikiran merka bahwa mereka berhak menggunakan hartanya itu semaunya sendiri. Padahal jika dilihat dari perspektif agama, hal tersebut merupakan statemen yang salah. Karena agama Islam mengajarkan bahwa tidak semua harta yang ada dalam genggaman kita itu adalah hak kita seluruhnya. Akan tetapi ada hak bagi orang-orang di sekeliling kita yang tentunya lebih membutuhkan harta kita tersebut. Sehingga kebiasaan zakat, infaq, dan shadaqah merupakan jalan yang tepat untuk menyalurkan hak-hak mereka yang ada di tangan kita.  Kebiasaan untuk mengulurkan tangan itu tidak akan datang dengan sendirinya, perlu latihan untuk membiasaan hal tersebut. Sehingga nantinya kita tidak akan merasa berat untuk mengulurkan tangan kita kepada saudara-saudara kita dengan penuh rasa ikhlas.
Kalau dilihat secara kasat mata, atau dengan perspektif matematika, bahwa uang Rp.1000,- yang di infaqkan Rp.100,- maka sisanya adalah Rp.900,-. Namun apabila kita melihatnya dengan perspektif Agama Islam, maka uang Rp.100,- yang di infaqkan tadi bisa dilipatgandakan oleh Allah s.w.t. menjadi Rp.100,- x 700, yaitu Rp.70.000,- atu bisa lebih banyak lagi sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah s.w.t:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya :” Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”( Q.S Al-Baqarah : 261)

ZIS juga berfungsi untuk membersihkan harta kita, sehingga harta kita akan menjadai harta yang berkah, dimana berkah itu sendiri artinya adalah ziyadatul-khair ‘ala syai’ (bertambahnya kbaikan pada sesuatu). Jadi apabila kita memiliki harta yang banyak akan tetapi belum bisa dirasakan manfaatnya, mungkin saja karena masih ada hak-hak milik orang dsekeliling kita yang belum tersampaikan dan masih berada dalam genggaman kita. Dapat diambil kesimpulan bahwa kebiasaan ZIS sangat baik untuk keberkahan harta kita dan kesejahteraan umat disekeliling kita.

4.      Membaca Al-Qur’an

Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah melalui 2 tahap, yaitu dari Lauhul-mahfudz ke langit dunia dan dari Langit dunia kepada Nabi Muhammad s.a.w. melalui perantaraan malaikat jibril merupakan kalam Allah yang harus dibaca, difahami, dan diamalkan isinya. Kebiasaan membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an merupakan kewajiban bagi seluruh orang yang mengaku dirinya Muslim. Al-Qur’an yang merupakan firman Allah s.w.t. tidak ada yang bisa menandinginya, jadi sangat disayangkan sekali seorang muslim yang tidak tidak pernah merasakan kerinduan pada Al-Qur’an, bahkan tidak pernah menyentuhnya. Karena di dalam Al-Qur’anlah semua hukum alam itu telah dijelaskan. Ilmu Allah yang yang terkandung dalam Al-Qur’an itu bagaikan air seluas samudra, sedangkan manusia hanya mengambil satu gelas dari air samudra itu. Itulah perbandingan ilmu manusia dengan sebagian ilmu Allah yang telah Allah paparkan dalam firmannya. Akan tetapi dengan segelas ilmu yang manusia dapat dari Allah itu bisa mencukupi sebagai bekal untuk mengatur dunia ini sesuai dengan tugas manusia sendiri sebagai “Khalifatullah fil-ardh”. Sangat tidak tau sekali –bahasa yang penulis kira lebih halus daripada “sangat bodoh sekali”—orang yang mengaku dirinya itu intelek dan haus akan ilmu pengetahuan, tetapi dia jauh dari Al-Qur’an yang merupakan sumber ilmu itu sendiri.

5.      Membaca

Ada ungkapan yang tidak yang sudah tidak asing lagi “Membaca membuka jendela”, akan menjadi asing dan terlihat baru apabila kita ganti dengan uangkapan “Membaca memperbarui dunia, tiada harapan tanpa pembaruan”.
Dengan membiasakan membaca seseorang akan terbuka wawasannya, sehingga tidak akan menjadi seorang yang ketinggalan khazanah ilmu, tetapi menjadi orang yang selalu up to date terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Orang yang membiasakan diri untuk membaca akan selalu berkembang pemikirannya, sehingga akan memunculkan inovasi-inovasi yang berguna untuk kemajuan kehidupan. Agama Islam adalah agama yang sangat mementingkan membaca, ini terbukti dengan diturunkannya ayat Al-Qur’an yang pertama kali adalah merupakan perintah untuk membaca. Sungguh mulia sekali seorang tokoh besar Indonesia, ketika beliau berkunjung kerumah saudaranya, pertanyaan yang tidak pernah ketinggalan adalah “Adakah anda mempunyai perpustakaan pribadi? Saya ingin membaca apa yang belum saya ketahui di perpustakaan anda”

6.      Tertib Organisasi
Organisasi merupakan sarana  untuk berdakwah bagi kita umat Islam. Bahkan ada ulama yang mewajibkan berorganisasi bagi umat islam. Ulama yang demikian merujuk pada dalil fiqih :
 " " ما لا يتم الواجب إلابه فهو واجب
“Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu menjadi wajib”

Penulis sendiri setuju dengan statemen tersebut, karena tanpa adanya organisasi, tentunya jalan berdakwah sangatlah sempit, lemah, dan tidak ada saling memotivasi dalam berdakwah. Allah s.w.t. telah memerintahkan secara implisit –karena tidak ada kata yang secara letterleg berarti organisasi,tetapi esensinya adalah perintah untuk berorganisasi-- di dalam firmannya Q.S Ash-shaf ayat 4 :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” ( Q.S Ash-shaf :4)

Manusia bukanlah makhluk individual yang bisa hidup sendiri, akan tetapi baik secara fitrah maupun naluriah, manusia itu merupakan makhluk sosial yang  perlu berinteraksi dengan orang lain. Nah, dengan berorganisasi inilah manusia bisa saling tukar menukar khazanah ilmu yang ia miliki dengan orang lain. Di dalam organisasi kita juga terlatih untuk bisa hidup berjamaah dan memahami psikologis orang lain. Ada yang bersifat egois, bersifat keras kepala, rendah hati, dan lain sebagainya. Sifat-sifat tersebut tertuang dalam suatu wadah organisasi, sehingga kita dapat memilih perilaku-perilaku baik yang ada untuk kemudian diaplikasikan dalam diri kita. Kita tidak boleh menuntut untuk menjadi pribadi yang baik hanya dengan mengikuti organisasi beberapa bulan saja, akan tetapi kebiasaan berorganisasi harus kita terapkan untuk kemudian akan mencetak kita menjadi pribadi yang mulia.

7.      Mendatangi pengajian, seminar, talkshow, dan yang semisalnya.

Disinilah kita bisa menimba ilmu-ilmu yang tidak kita dapatkan di pendidikan formal kita, yaitu saat sekolah dan kuliah. Pendidikan formal yang kita jalani selama bertahun-tahun di bangku sekolah dan perkuliahan mungkin belum cukup untuk menjalani tuntutan hidup di dunia ilmu pengetahuan ini. Apalagi sekarang “ghazwul fikr” sedang digembor-gemborkan, sehingga kita perlu melengkapi khazanah ilmu kita dengan mengikuti pengajian, seminar, dan yang semisalnya.

8.      Melaksanakan adab Islam

Adab Islam sebenarnya sudah terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah. Tinggal bagaimana kita melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Semua hukum Islam yang ada pada Al-Qur’an  dan sunnah tentunya sudah dimaksudkan oleh Allah untuk kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Karena Allah telah membuatkan Syari’at, maka tugas kita adalah melaksanakan syari’atnya, melaksanakan adab-adab islam yang terkandung di dalamnya, dan tidak menyalahinya.

9.      Berfikir positif dan Murah senyum

Dua hal yang kelihatannya sepele akan tetapi esensi yang terkandung di dalamnya besar sekali. Agama Islam itu adalah agama yang tidak mempersulit hambanya, bahkan senyumpun dianggap sebagai Ibadah. Dengan berfikiran positif, baik pada diri sendiri maupun orang lain, maka akan menimbulkan ketenangan hati, tidak berburuk sangka pada diri sendiri, orang lain, dan Allah. Karena orang yang berfikir positif pasti akan menyadari bahwa segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya dan tidak ada yang sia-sia.
Senyumpun dianggap ibadah karena dengan senyum yang kita berikan dengan ikhlas kepada orang lain, orang akan merasakan bahagia karena keikhalasan senyum kita.

Itulah diantara kebiasaan-kebiasaan baik yang harus kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Penulis tekankan bahwa hidup yang kita jalani untuk mencapai “Win” harus melalui proses yang tidak mudah. Didalam proses inilah hendaknya “The nine golden habbits” kita kerjakan dengan sepenuh hati dan keikhlasan.
            Wallau a’lamu bis-shawab….






Title: The Nine Golden Habits; Written by Unknown; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)