“You
can if you think you can” sebuah djargon yang mengandung filosofis bahwa
optimis merupakan salah satu jalan yang harus dicapai untuk bertemu dengan
suatu kata, yaitu “Win”. Namun walaupun demikian, itu barulah satu jalan, masih
banyak jalan-jalan lain yang menanti untuk dilalaui apabila kita ingin bertemu
dengan “Win”. Tidak cukup dengan optimis saja kita bias bertemu dengan “Win”. Karena
apabila dengan optimis saja bias mencapai apa yang diharapkan, nantinya tidak
ada yang berorientasi pada amalan yang sungguh-sungguh, hanya sibuk
berharap,berharap, dan berharap, tanpa ada realisasi amalan, sehingga bukan
“Win yang dicapai, tetapi “Nol” yang didapatkan.
Perlu diingat juga
–karena penulis yakin kita sudah mengetahui--bahwa suatu nikmat dan kemenangan
tidak bisa diukur hanya dilihat dari hasil akhirnya saja. Akan tetapi “proses”
merupakan hal yang paling urgent untuk menilai suatu kemenangan. Di dalam
“proses” inilah kita justru akan merasakan manis pahitnya perjuangan, sehigga
kita akan lebih bisa menikmati kemenangan itu ketika tiba waktunya. Dan sudah
kita kenal juga istilah bahwa “Hidup adalah untuk berproses”. Tentunya dalam
rangka menjadi pribadi Islam yang sebenar-benarnya, yang berorientasi pada
akhirat tanpa melupakan kehidupan dunia ( Lihat Q.S Al-Qashas:77), pasti harus
melalui proses kehidupan tidak mudah, rumit,dan berliku-liku. Karena dalam
proses kehidupan, Allah pasti akan memberikan ujian kepada hamba-Nya yang
beriman. Dan seseorang tidak bisa menyangka bahwa dirinya beriman sebelum dia
diuji oleh Allah dengan ujian yang tidak mudah, akan tetapi juga tidak melampai
batas kemampuan kita.
Di dalam suatu
proses kehidupan yang mempunyai satu motif untuk mencapai “Win”, harus ada
kebiasaan-kebiasaan baik yang tertanam pada diri seseorang. Kebiasaan merupakan
perbuatan-perbuatan yang sifatnya spontan untuk dikerjakan oleh manusia,
manusia tidak perlu berfikir panjang dan menimbang-nimbang untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Manusia juga tidak merasa sulit dan terbebani untuk
mengerjakan kebiasaan tersebut, karena sudah tertanam di benak mereka. Nah,
mengerjakan kebiasaan memang tidak sulit, akan tetapi menanamkan kebiasaan baik
itulah yang memerlukan usaha keras, tidak mudah dan, dan perlu keuletan. Untuk
menanamkan kebiasaan baik –karena kebiasaan yang buruk tidak perlu ditanamkan--
kadang juga memerlukan paksaan yang
diberlakukan pada diri sendiri, orang-orang terdekat, anak didik, dan umat. Karena
kata “paksaan” itu kadang berkonotasi negatif, maka perlu penulis jelaskan
bahwan yang dimaksud paksaan disini adalah paksaan yang murni diniatkan untuk
mencapai hal-hal yang baik, tidak ada unsur kedzoliman dan pelanggaran HAM di
dalamnya, hanya untuk usaha dalam rangka mencapai titik optimum keberhasilan.
Paksaan baik terhadap diri sendiri, orang terdekat, anak didik, dan ummat
dilakukan karena tidak bisa dipungkiri bahwa manusia pada umumnya memang
cenderung ingin menuruti hawa nafsunya yang mengarah pada hal-hal yang tidak
baik, sehingga terkadang diperlukan paksaan untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan baik dalam proses menuju “Win”.
Orang-orang besar
dunia yang jasanya masih bisa kita rasakan sampai sekarang ini pun tidak lepas
dari kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan di setiap harinya untuk mencapai
hasil cemerlang mereka. Mereka tidak hanya berdiam diri tanpa upaya keras untuk
menjani “winner” diperlukan proses yang
cemerlang juga, sehingga hasil dari usahanya pun bisa dirasakan tidak
hanya untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga dirasakan oleh banyak orang. Jadi
dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kebiasaan itu ada karena
dibudidayakan oleh manusia, tidak bisa hadir dengan sendirinya. Oleh karena kebiasaan
merupakan suatu budaya –sama halnya dengan budaya-budaya adat yang ada pada
kebanyakan masyarakat-- ,maka kebiasaan yang sudah melekat pada diri manusia
akan sulit untuk diberhentikan. Sehingga sangat beruntung sekali orang-orang
yang sudah bisa menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam kehidupannya
sehari-hari. Dia akan menjadi seseorang yang bermanfaat untuk dirinya sendiri
dan orang lain. Penulis mengatakan beruntung karena sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi orang lain (خير الناس أنفعهم لناس). Rasulullah s.a.w. yang menjadi suri
tauladan kita pun memiliki kebiasaan-kebiasaan baik yng dikerjakan dalam setiap
harinya, yang dari kebiasaan-kebiasaan itulah maka Beliau bisa melakukan
amalan-amalan mulia sehingga berhasil mengubah wajah dunia, dari dunia yang
penuh dengn kejahilan bisa sampai pada dunia yang penuh rahmat ini. Penulis
terinspirasi dari kebiasaan-kebiasaan Rasulullah s.a.w., yang kemudian penulis
beri nama “The Nine Golden Habits”, yaitu kebiasaan yang seharusnya ada pada
diri seorang muslim. Diantaranya adalah:
1.
Shalat wajib dan shalat sunnah tepat waktu
Sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim menjelaskan:
روى الشيخان عن أبن
مسعود رضي الله عنه قال:سألت رسول الله صلعم أي أعمل أفضل قال
أ لصلاة على وقتها .......آلخ
Artinya : Telah meriwayatkan Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Ms’ud
r.a. ia berkata : aku pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. : Amalan apa
yang paling utama? ’Beliau bersbda :’ Shalat tepat pada waktunya…..
Dari hadis tersebut dapat diketahi bahwa sholat adalah amalan utama
yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Hal tersebut bisa diketahui dari
kata “أفضل” yang dalam kajian bahasa arab kata tersebut mengikuti wazan “أفعل”, yaitu disebut dengan “isim tafdhil” yang artinya paling/lebih.
Shalat merupakan hal terpenting bagi umat islam, dan membiasaan
shalat tepat pada waktunya merupakan hal yang tidak mudah untuk dikerjakan.
Karena perlu di ingat bahwa syetan akan selalu menggoda manusia untuk
melalaikan shalatnya. Ungkapan yang paling tepat untuk shalat adalah
“Menegakkan”, tidak hanya sekedar “Mengerjakan” saja, sebagimana ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan perintah shalat menggunakan kata dasar “قام”,bukan “فعل”.
Menilai seseorang itu bisa dengan menilai shalatnya. Dalam riwayat lain juga
disebutkan bahwa seseorang itu apabila shalatnya baik, maka baik pula semua
amalannya, akan tetapi seseorang itu apabila buruk shalatnya, maka buruk pula
semua amalnya. Shalat yang baik disini adalah shalat yang sesuai dengan apa
yang dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. yang tersebut dalam sunnah. Baik dalam
ucapan,gerakan, dan bisa memahami makna sholat itu sendiri. Apabila seseorang
itu menegakkan sholat yang baik, maka akan ada perbuatan-perbuatan positif yang
ditimbulkannya, hal ini sesuai dengan firman Allah s.w.t. :
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ولَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: “Bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah
salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Al-‘ankabut:45)
Mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan hal-hal positif yang
mengiringi orang yang menegakkan shalat itu aka nada apabila esensi/makna yang
terkandung dalam shalat itu tertanam dalam hati manusia, sehingga walaupun manusia
itu tidak sedang mengerjakan shalat,tetapi manusia itu akan senantiasa ingat
pada Allah s.w.t dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun. Karena fungsi
shalat sendiri adalah untuk mengingat Allah s.w.t.
2.
Puasa
Seorang tokoh besar Indonesia yang merupakan salah seorang cendekiawan
taraf dunia, yaitu BJ.Habibi telah membiasakan diri untuk berpuasa, baik puasa
wajib maupun puasa sunnah. Beliau tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan,
bahkan beliau rutin untuk mengerjakan puasa Daud. Salah satu statemen beliau tentang puasa adalah : ”Jikalau
umat islam di seluruh Indonesia ini membiasakan untuk mengerjakan puasa baik
puasa wajib maupun sunnah, maka tidak akan ada orang yang kesulitan untuk biasa
makan.”
Puasa mengendalikan diri dari tiga hal :
·
Angkara
Murka, atau dengan kata lain “Nafsu Amarah”. Puasa yang benar-benar diniatkan
karena Allah akan mengendalikan nafsu urang yang sedang berpuasa tersebut.
·
Angkara
Harta, dalam hal ini lebih ditekankan pada masalah perut. Sehingga orang tidak
akan berlebih-lebihan dalam urusan makanan.
·
Angkara
Asmara, Nafsu syahwat termasuk dalam hal ini, orang yang sedang berpuasa,
InsyaAllah bisa mengontrol nafsu syahwatnya.
3.
Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
Kadang
manusia itu berfikir bahwa harta yang ada pada genggaman tangannya adalah milik
dia seluruhnya, hasil dari apa yang telah ia usahakan. Jadi tersetting dalam
fikiran merka bahwa mereka berhak menggunakan hartanya itu semaunya sendiri.
Padahal jika dilihat dari perspektif agama, hal tersebut merupakan statemen
yang salah. Karena agama Islam mengajarkan bahwa tidak semua harta yang ada
dalam genggaman kita itu adalah hak kita seluruhnya. Akan tetapi ada hak bagi
orang-orang di sekeliling kita yang tentunya lebih membutuhkan harta kita tersebut.
Sehingga kebiasaan zakat, infaq, dan shadaqah merupakan jalan yang tepat untuk
menyalurkan hak-hak mereka yang ada di tangan kita. Kebiasaan untuk mengulurkan tangan itu tidak
akan datang dengan sendirinya, perlu latihan untuk membiasaan hal tersebut.
Sehingga nantinya kita tidak akan merasa berat untuk mengulurkan tangan kita
kepada saudara-saudara kita dengan penuh rasa ikhlas.
Kalau
dilihat secara kasat mata, atau dengan perspektif matematika, bahwa uang
Rp.1000,- yang di infaqkan Rp.100,- maka sisanya adalah Rp.900,-. Namun apabila
kita melihatnya dengan perspektif Agama Islam, maka uang Rp.100,- yang di
infaqkan tadi bisa dilipatgandakan oleh Allah s.w.t. menjadi Rp.100,- x 700,
yaitu Rp.70.000,- atu bisa lebih banyak lagi sesuai dengan kehendak Allah. Hal
ini sesuai dengan firman Allah s.w.t:
مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya :” Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”( Q.S Al-Baqarah : 261)
ZIS juga
berfungsi untuk membersihkan harta kita, sehingga harta kita akan menjadai
harta yang berkah, dimana berkah itu sendiri artinya adalah ziyadatul-khair
‘ala syai’ (bertambahnya kbaikan pada sesuatu). Jadi apabila kita memiliki
harta yang banyak akan tetapi belum bisa dirasakan manfaatnya, mungkin saja
karena masih ada hak-hak milik orang dsekeliling kita yang belum tersampaikan
dan masih berada dalam genggaman kita. Dapat diambil kesimpulan bahwa kebiasaan
ZIS sangat baik untuk keberkahan harta kita dan kesejahteraan umat disekeliling
kita.
4.
Membaca
Al-Qur’an
Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah melalui 2 tahap, yaitu dari
Lauhul-mahfudz ke langit dunia dan dari Langit dunia kepada Nabi Muhammad s.a.w.
melalui perantaraan malaikat jibril merupakan kalam Allah yang harus dibaca,
difahami, dan diamalkan isinya. Kebiasaan membaca, memahami dan mengamalkan isi
kandungan Al-Qur’an merupakan kewajiban bagi seluruh orang yang mengaku dirinya
Muslim. Al-Qur’an yang merupakan firman Allah s.w.t. tidak ada yang bisa
menandinginya, jadi sangat disayangkan sekali seorang muslim yang tidak tidak
pernah merasakan kerinduan pada Al-Qur’an, bahkan tidak pernah menyentuhnya.
Karena di dalam Al-Qur’anlah semua hukum alam itu telah dijelaskan. Ilmu Allah yang
yang terkandung dalam Al-Qur’an itu bagaikan air seluas samudra, sedangkan
manusia hanya mengambil satu gelas dari air samudra itu. Itulah perbandingan
ilmu manusia dengan sebagian ilmu Allah yang telah Allah paparkan dalam
firmannya. Akan tetapi dengan segelas ilmu yang manusia dapat dari Allah itu
bisa mencukupi sebagai bekal untuk mengatur dunia ini sesuai dengan tugas
manusia sendiri sebagai “Khalifatullah fil-ardh”. Sangat tidak tau sekali
–bahasa yang penulis kira lebih halus daripada “sangat bodoh sekali”—orang yang
mengaku dirinya itu intelek dan haus akan ilmu pengetahuan, tetapi dia jauh
dari Al-Qur’an yang merupakan sumber ilmu itu sendiri.
5.
Membaca
Ada ungkapan yang tidak yang sudah tidak asing lagi “Membaca membuka
jendela”, akan menjadi asing dan terlihat baru apabila kita ganti dengan
uangkapan “Membaca memperbarui dunia, tiada harapan tanpa pembaruan”.
Dengan membiasakan membaca seseorang akan terbuka wawasannya,
sehingga tidak akan menjadi seorang yang ketinggalan khazanah ilmu, tetapi
menjadi orang yang selalu up to date terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Orang yang membiasakan diri untuk membaca akan selalu berkembang pemikirannya,
sehingga akan memunculkan inovasi-inovasi yang berguna untuk kemajuan
kehidupan. Agama Islam adalah agama yang sangat mementingkan membaca, ini
terbukti dengan diturunkannya ayat Al-Qur’an yang pertama kali adalah merupakan
perintah untuk membaca. Sungguh mulia sekali seorang tokoh besar Indonesia,
ketika beliau berkunjung kerumah saudaranya, pertanyaan yang tidak pernah
ketinggalan adalah “Adakah anda mempunyai perpustakaan pribadi? Saya ingin
membaca apa yang belum saya ketahui di perpustakaan anda”
6.
Tertib Organisasi
Organisasi merupakan sarana
untuk berdakwah bagi kita umat Islam. Bahkan ada ulama yang mewajibkan
berorganisasi bagi umat islam. Ulama yang demikian merujuk pada dalil fiqih :
" " ما لا يتم الواجب إلابه فهو واجب
“Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna
kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu menjadi wajib”
Penulis sendiri setuju dengan statemen tersebut, karena tanpa
adanya organisasi, tentunya jalan berdakwah sangatlah sempit, lemah, dan tidak
ada saling memotivasi dalam berdakwah. Allah s.w.t. telah memerintahkan secara
implisit –karena tidak ada kata yang secara letterleg berarti organisasi,tetapi
esensinya adalah perintah untuk berorganisasi-- di dalam firmannya Q.S Ash-shaf
ayat 4 :
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ
بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh.” ( Q.S Ash-shaf :4)
Manusia bukanlah makhluk individual yang bisa hidup sendiri, akan
tetapi baik secara fitrah maupun naluriah, manusia itu merupakan makhluk sosial
yang perlu berinteraksi dengan orang
lain. Nah, dengan berorganisasi inilah manusia bisa saling tukar menukar khazanah
ilmu yang ia miliki dengan orang lain. Di dalam organisasi kita juga terlatih
untuk bisa hidup berjamaah dan memahami psikologis orang lain. Ada yang
bersifat egois, bersifat keras kepala, rendah hati, dan lain sebagainya.
Sifat-sifat tersebut tertuang dalam suatu wadah organisasi, sehingga kita dapat
memilih perilaku-perilaku baik yang ada untuk kemudian diaplikasikan dalam diri
kita. Kita tidak boleh menuntut untuk menjadi pribadi yang baik hanya dengan
mengikuti organisasi beberapa bulan saja, akan tetapi kebiasaan berorganisasi
harus kita terapkan untuk kemudian akan mencetak kita menjadi pribadi yang
mulia.
7.
Mendatangi pengajian, seminar, talkshow, dan yang semisalnya.
Disinilah kita bisa menimba ilmu-ilmu yang tidak kita dapatkan di
pendidikan formal kita, yaitu saat sekolah dan kuliah. Pendidikan formal yang
kita jalani selama bertahun-tahun di bangku sekolah dan perkuliahan mungkin
belum cukup untuk menjalani tuntutan hidup di dunia ilmu pengetahuan ini.
Apalagi sekarang “ghazwul fikr” sedang digembor-gemborkan, sehingga kita perlu
melengkapi khazanah ilmu kita dengan mengikuti pengajian, seminar, dan yang
semisalnya.
8.
Melaksanakan adab Islam
Adab Islam sebenarnya sudah terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Tinggal bagaimana kita melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Semua hukum Islam
yang ada pada Al-Qur’an dan sunnah
tentunya sudah dimaksudkan oleh Allah untuk kebaikan manusia baik di dunia
maupun di akhirat. Karena Allah telah membuatkan Syari’at, maka tugas kita
adalah melaksanakan syari’atnya, melaksanakan adab-adab islam yang terkandung
di dalamnya, dan tidak menyalahinya.
9.
Berfikir positif dan Murah senyum
Dua hal yang
kelihatannya sepele akan tetapi esensi yang terkandung di dalamnya besar
sekali. Agama Islam itu adalah agama yang tidak mempersulit hambanya, bahkan
senyumpun dianggap sebagai Ibadah. Dengan berfikiran positif, baik pada diri
sendiri maupun orang lain, maka akan menimbulkan ketenangan hati, tidak
berburuk sangka pada diri sendiri, orang lain, dan Allah. Karena orang yang berfikir
positif pasti akan menyadari bahwa segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya dan
tidak ada yang sia-sia.
Senyumpun
dianggap ibadah karena dengan senyum yang kita berikan dengan ikhlas kepada
orang lain, orang akan merasakan bahagia karena keikhalasan senyum kita.
Itulah diantara kebiasaan-kebiasaan baik yang harus kita terapkan dalam kehidupan
kita sehari-hari. Penulis tekankan bahwa hidup yang kita jalani untuk mencapai “Win”
harus melalui proses yang tidak mudah. Didalam proses inilah hendaknya “The
nine golden habbits” kita kerjakan dengan sepenuh hati dan keikhlasan.
Wallau a’lamu bis-shawab….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca..dimohon masukannya ya.. :)